Menu

Mode Gelap
13 Adegan Diperagakan Dalam Rekonstruksi Pembunuhan Petugas Kebersihan Di Doyo  Kontra Persebaya, PSBS Biak Bertekad Balas Kekalahan Polres Jayapura Gelar Binroh Perkuat Mental Dan Spiritual Personel Soal PMG, Pemkab Jayapura Masih Menunggu Petunjuk Badan Gizi Tokoh Pemuda Moy Minta Kapolsek Sentani Barat Tak Diganti, Ini Alasannya 

Lingkungan · 10 Mar 2025 13:01 WIB ·

WALHI Laporkan 47 Korporasi Perusak Lingkungan dan Indikasi Korupsi SDA senilai 437 Triliun Rupiah Ke Kejaksaan Agung


 WALHI Laporkan 47 Korporasi Perusak Lingkungan dan Indikasi Korupsi SDA senilai 437 Triliun Rupiah Ke Kejaksaan Agung Perbesar

CORAKPAPUA.COM, Jakarta, – Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Melaporkan sebanyak 47 Korporasi Perusak Lingkungan dan Indikasi Korupsi Sumberdaya Alam SDA senilai 437 Triliun Rupiah ke Kejaksaan Agung

Laporan tersebut di kawal langsung oleh WALHI Eksekutif Nasional dan WALHI Aceh, WALHI Sumatera Utara, WALHI Riau, WALHI Sumatera Selatan, WALHI Jambi, WALHI Bengkulu, WALHI Lampung, WALHI Babel, WALHI Sumatera Barat, WALHI Kalimantan Tengah, WALHI Kalimantan Timur, WALHI Kalimantan Selatan, WALHI Bali, WALHI NTT, WALHI NTB, WALHI Maluku Utara, dan WALHI Papua pada 7 Maret 2025 melaporkan 47 korporasi perusak lingkungan dan juga terindikasi melakukan korupsi Sumber Daya Alam ke Kejaksaan Agung. Korporasi-korporasi ini bergerak di sektor Perkebunan sawit skala besar, pertambangan (batu bara, emas, timah, dan nikel), kehutanan, pembangkit listrik, perusahaan penyedia air bersih, pariwisata. WALHI mengestimasi potensi kerugian negara dari indikasi korupsi SDA oleh 47 korporasi ini sebesar 437 Triliun Rupiah.

Beberapa modus operandi dugaan korupsi dan gratifikasi antara lain merubah status kawasan hutan melalui revisi tata ruang ataupun pasal 110 A dan 110 B undang-undang Cipta kerja, gratifikasi dengan pembiaran aktivitas tanpa izin, pemberian izin meski tidak sesuai dengan tata ruang, dan lainnya.

Bukan hanya itu, WALHI juga menjelaskan kepada pihak Kejaksaan Agung modus yang lebih besar lagi dengan mengubah atau membentuk beberapa produk hukum yang didalamnya diatur pasal-pasal yang mengakomodasi kepentingan eksploitasi SDA dan pengampunan pelanggaran, atau yang biasa disebut dengan State Capture Corruption.

“Kita tidak bisa hanya melaporkan kasus per kasus, tapi juga harus mencari modus operandi dari kartel-kartel yang mengkonsolidasikan praktik korupsi tersebut. Dari tahun 2009 kami melihat proses menjual tanah air itu akan terus berlangsung terhadap 26 juta hektar hutan Indonesia”, kata Zenzi Suhadi, Direktur EKsekutif Nasional WALHI.

Korupsi di sektor SDA ini telah merugikan negara dan perekonomian negara dengan hilangnya matapencaharian rakyat, hilangnya sumber-sumber penghidupan, konflik, dan kerusakan lingkungan serta biaya eksternalitas yang harus ditanggung negara dari aktivitas korporasi tersebut.

“Sangat besar kerugian negara dan perekonomian negara dari korupsi SDA ini dan telah banyak kasus yang selama ini dilaporkan oleh WALHI kepada pihak yang berwenang, namun hanya sedikit kasus saja yang diproses dan diadili. Kami melihat Kejaksaan Agung memiliki peran kunci dalam memastikan bahwa penegakan hukum atas kejahatan lingkungan dan korupsi sumber daya alam berjalan efektif dan tidak ada impunitas bagi para pelaku, karena itu WALHI mendatangi, melakukan audiensi dan pelaporan pada Kejaksaan Agung hari ini” tambah Zenzi.

Raden Rafiq, Direktur WALHI Kalimantan Selatan menyampaikan “hari ini kami melaporkan empat korporasi yang bergerak di sektor sawit dan tambang yang kami duga terindikasi melakukan korupsi SDA. Empat perusahaan ini hanya Sebagian kecil saja dari sekian banyak perusahaan yang telah melakukan pelanggaran serius terhadap lingkungan hidup dan hak masyarakat adat serta petani lokal”.

Faisal Ratuela, Direktur WALHI Maluku Utara juga menyampaikan sebagai wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, massifnya pertambangan nikel saat ini telah menghancurkan wilayah tangkap nelayan, pencemaran lingkungan, hilangnya keanekaragaman hayati seperti manggrove, sigres dan koral.

“Penegakan hukum terkait tindak pidana korupsi harus segera dilakukan oleh Kejaksaan Agung, sebab bukti permulaan yang kami laporkan telah cukup kuat ditambah lagi kasus korupsi perizinan pertambangan sebelumnya juga telah diungkap oleh KPK dan Maluku Utara menempati posisi nomor satu provinsi terkorup di Indonesia, tambahnya.”

Selain melaporkan korporasi dan pihak pemerintah yang terindikasi terlibat dalam praktik korupsi dan gratifikasi, WALHI juga menyampaikan catatan kritisnya terhadap Satgas Penertiban Kawasan Hutan yang dibentuk melalui Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025, dimana Jampidsus Kejaksaan Agung menjadi ketua pelaksana Satgas tersebut.

Satgas harus menindak korporasi skala besar yang selama ini telah menikmati keuntungan besar, menimbulkan kerugian lingkungan dan perekonomian negara dari aktivitas ilegal dan koruptif yang mereka lakukan di kawasan hutan.

Satgas tidak boleh melakukan penertiban kepada rakyat kecil yang selama ini telah menjadi korban dari klaim sepihak negara atas kawasan hutan dan korban dari buruknya tata kelola perizinan di sektor kehutanan.

“Sejak awal kami mengkritik dominasi militer dalam satgas penertiban kawan hutan ini, berikut dengan substansi peran dan kerjanya yang diatur di dalam perpres. Kekhawatiran terbesar kami, akan banyak rakyat yang menjadi korban penggusuran dan dirampas tanahnya atas nama penertiban Kawasan hutan. Oleh karena itu, WALHI se Indonesia sangat serius mengawasi kerja-kerja Satgas saat ini dan kedepan” kata Uli Arta Siagian, Manager Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Nasional.

WALHI berharap Kejaksaan Agung memproses laporan yang telah disampaikan dan WALHI juga terbuka untuk bekerja bersama Kejaksaan Agung baik di nasional maupun daerah-daerah untuk menindaklanjuti kasus-kasus korupsi SDA tersebut.(nes)

Artikel ini telah dibaca 18 kali

badge-check

Penulis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Hello world!

8 Oktober 2024 - 06:03 WIB

Hello world!

8 Oktober 2024 - 06:01 WIB

Hello world!

8 Oktober 2024 - 06:00 WIB

Hello world!

8 Oktober 2024 - 05:59 WIB

Hello world!

8 Oktober 2024 - 05:58 WIB

Hello world!

7 Oktober 2024 - 01:23 WIB

Trending di Ekonomi